WEB BLOG
this site the web

Do not dispose of litter


Sebenarnya saya hanya bisa mengajak seluruh pembaca/seluruh masyarakat untuk mulai DISIPLIN.
Yang akan saya tekankan disini yaitu disiplin dalam kebersihan, bila kita mulai disiplin dalam menjaga kebersihan akan banyak perubahan yang positif, misal JANGAN BUANG SAMPAH SEMBARANGAN, bayangin aja bila jalan-jalan di jakarta dan seluruh indonesia ini bebas dari sampah, fasilitas umum (misal stasiun kereta atau terminal) juga bersih dari sampah, caranya gimana?

Dimulai dari yang kecil, misal kita habis makan permen, bungkusnya jangan dibuang sembarangan, tapi masukin kantong saku atau tas lalu setelah kita melihat tempat sampah baru kita buang disana.

Dimulai dari diri kita, bila kita ingin mengubah sesuatu hal maka mulailah dari diri sendiri, kemudian orang-orang yg deket dengan kita akan mengikuti baik di keluarga, teman, rekan kerja, dst.

Dimulai saat ini juga: saat yang tepat untuk memulai perubahan adalah saat ini, tidak peduli umur maupun jabatan, mulailah sekarang juga.

Coba kalian merenung sebentar, apa bedanya 1:10 dibanding 10:100, secara matematis memang nilainya sama namun bila dalam sekumpulan orang misal ada 10 orang, ada 1 orang yang disiplin mungkin yang 10 orang tidak akan melihat atau terpengaruh, namun beda bila ada 10 orang yang disiplin maka 100 orang akan lebih terpengaruh dan akan mulai mengikuti.


Sekedar opini Saya

10 Akebiasaan orang sukses

Yang mana mau kita lakukan??? Atau sudah ada di diri kita..

Sukses bermula dari mental. Anda bisa saja miskin namun jika Anda yakin bahwa Anda bisa sukses, maka itulah yang akan Anda raih. Demikian juga sebaliknya, jika seseorang terlahir kaya, namun tidak memiliki mental sukses, maka kelak ia pun bisa jatuh melarat.

Tak peduli apa pun yang menjadi profesi kerja Anda sekarang, apakah karyawan rendahan atau bos sekalipun, Anda bisa meraih sukses dengan 10 kebiasaan sukses ini. Namun, ingat juga bahwa ukuran kesuksesan bukanlah uang, melainkan mental puas itu sendiri.

1.Carilah dan temukan kesempatan di mana orang lain saat orang lain gagal menemukannya.

2.Orang sukses melihat masalah sebagai bahan pembelajaran an bukannya kesulitan belaka.

3.Fokus pada solusi, bukan berkubang pada masalah yang ada.

4.Menciptakan jalan suksesnya sendiri dengan pemikiran dan inovasi yang ada.

5.Orang sukses bisa merasa takut, namun mereka kemudian mengendalikan dan mengatasinya.

6.Mereka mengajukan pertanyaan yang tepat, sehingga menegaskan kualitas pikiran dan emosional yang positif.

7.Mereka jarang mengeluh.

8.Mereka tidak menyalahkan orang lain, namun mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka.

9.Mereka selalu menemukan cara untuk mengembangkan potensi mereka dan menggunakannya dengan efektif.

10.Mereka sibuk, produktif, dan proaktif, bukan luntang-lantung.


Surat Dari Pinggiran Jalan


KISAH hidupku dimulai dari sini, dari jalan setapak menuju keramaian lalu lalangnya kendaraan. Kehidupanku tergantung dengan orang - orang disekelilingku, hanya Panas, dingin dan sebuah gitar yang bisa menemani hari - hariku. Keras lembutnya kehidupan telah kurasakan

dengan penuh keceriaan. Ibuku seorang tenaga kerja di luar negeri, ayahku kabur karena jadi buronan polisi, kini tinggal aku bersama adik kecilku di kota yang hiruk pikuk.

Usiaku memang belum matang untuk mencari sesuap nasi, tapi apa daya, ini adalah takdir hidupku sendiri. Inilah kehidupanku, kehidupan menjadi seorang anak jalanan. Yang tidur beralaskan koran dan dikelilingi tumpukkan kotak - kotak, terkadang tidur di depan toko orang.

Aku rela gak bersekolah, dan fokus mencari nafkah untuk makan aku dan adikku. Aku selalu mendapat diskriminasi dari anak jalanan dewasa, pukulan mereka kerap kurasakan jika aku tidak memberi uang kepada mereka. Setiap ada penertiban gepeng, aku selalu berlarian bersama anak jalanan lainnya sambil menahan air mata mencoba menghindar dari petugas.

Hidup di jalanan memang keras.Aapa yang aku lihat dan aku jalani ini bukanlah jalan hidup yang aku inginkan dan belum pantas aku terima di usiaku yang masih belia ini. Diinjak, dicaci, dimaki, dibotaki, dan lalu aku dilepas begitu saja sama geng hijau.

Di lain waktu, kejadian itu terjadi lagi menimpaku dan kawan-kawanku . Dimana keadilan itu? Dan apakah mereka buta hukum, walaupun aku gak bersekolah, tapi aku tahu bahwa di Undang -Undang Dasar Negara ini bahwa anak-anak dilindungi negara, termasuk aku dan anak - anak jalanan lainnya. Tapi kenapa para petugas penertiban melakukan hal yang berbeda dengan apa yang tertera di undang-undang negara ini? Aku mau ngadu ke Lembaga Perlindungan Anak, tapi karena keterbatasan jarak dan pengetahuanku, niat itu aku urungkan.

Dalam hati kuberdoa, "Biar tuhan yang maha adil membalasnya!"

Buat apa orang-orang mengadakan pesta pemilu dengan mengeluarkan uang jutaan rupiah agar bisa menarik simpati masyarakat. Buat apa ada pergantian Walikota, Gubernur dan Presiden, tapi kehidupan kami, anak jalanan tidak berubah bahkan cenderung tidak diperhatikan.Janji-janji manis saat kampanye tak terwujud ketika sudah berhasil duduk di kursi empuk jabatan.

Bagiku, tidak dianggap sama orang-orang kaya tidaklah menjadi masalah, aku ikhlas menghadapi cobaan hidup ini. Aku harus kuat, dengan gitar kecil usangku. Hidup tetap berjalan, aku tidak boleh gampang meyerah mencari nafkah, dari lampu merah satu ke lampu merah lainnya.

Dari rumah makan pinggir jalan hingga ke rumah makan lainnya. Aku tetap bisa senyum sambil memetikkan gitar dan bernyanyi sambil menahan perihnya hidup yang kujalani ini. Bagi anak-anak seusiaku, banyak yang tidak tahu tentang arti kehidupan dan kerasnya hidup.

Kebanyakan mereka hanya bisa main dirumah dengan mainan kesayangannya, meminta uang jajan, mendapatkan kasih sayang kedua orang tuanya, dan punya kesempatan yang lebih baik dari kami. Mereka bisa belajar di bangku sekolah, sedangkan kami hanyalah pengalaman yang menjadi guru kami.

Pagi hari, biasanya sarapan pagi bersama keluarga, sedangkan aku dan adikku harus bergegas pergi dari tempat kami tidur, karena takut disiram sama yang punya tempat. Mencari tempat berteduh lainnya yang lebih aman. Kadang kami terpaksa mengemis sekadar untuk menganjal perut yang sejak malamnya belum terisi.

Siangnya aku pergi lagi ke lampu merah untuk mengamen untuk makan siang kami, syukur-syukur dapat rezeki hingga makan malam. Tak banyak yang bisa aku hasilkan dari usaha mengamenku.

Memang jalanan bukanlah dunia kami, dunia anak. Tapi siapa yang harus kami tuntut? kenapa kami ada di jalanan? kami hanyalah anak-anak yang baru belajar hidup. Yang kami dapatkan hanya panas dari teriknya matahari dan penat yang selalu menggantung ditubuh kurusku. Kami butuh hangatnya pelukan seorang ibu, dan teman-teman yang mengisi hari-hariku.

Andai aku pandai baca tulis, akan aku kirimi surat setiap pekan untuk bapak Walikota, Gubernur, dan Presiden tentang kehidupan kami sehari - hari. Tapi apa daya, dari kecil aku tidak pernah menikmati bangku sekolah, mengenakan seragam putih merah dan belajar bersama teman-teman.

Kami juga punya cita-cita, tapi bagaimana mau tercapai jika pemerintah hanya memperhatikan sebagian masyarakat saja? Andai kami diberi kesempatan untuk bersekolah hingga lulus kuliah. Dan berhasil menggapai cita-cita, jadi Insinyur, Dokter, Pilot, Pengusaha, Tentara, Polisi,

Walikota, Gubernur, mungkin juga jadi Presiden. Aku akan berusaha menjadi orang yang berguna bagi siapa saja tanpa pandang bulu dan jika aku seorang Presiden akan aku sembuhkan orang-orang di negara ini yang sedang dilanda penyakit haus akan harta dan jabatan

Bersyukur

Mungkin judul diatas kata-kata yang begitu mudah di ucapkan, tapi sangat sulit untuk dilakukan terutama saat kita sedang mendapat cobaan & kegagalan.
yang ada kita hanya berburuk sangka kepada Tuhan yang maha esa.
Tapi kita hanya mengingat setitik kegagalan.
dan melupakan kenikmatan yang tak terhitung.

Semoga kita bisa menjadi manusia yang selalu bersyukur.

Renungan

Aku tersiksa
Dalam sebuah peti rasa
Hingga tersesat
Dalam sebuah waktu hinggap sesaat

Dalamnya sumur
Takkan terukur
Hingga kita bersyukur
Atas panjangnya umur


Indahnya alam
Takkan tenggelam
Oleh sebuah kelam
Kecuali ditenggelamkan oleh Sang Kalam

1 menit ...
2 menit ...
3 menit ...

10 tahun ...
20 tahun ...
30 tahun ..

1 abad ...


Takkan sadar
Kalau kita lupa
Bahwa qada dan qodar
Diatur olehnya

WILLIAM HARVEY


WILLIAM HARVEY (1578 – 1657)


William Harvey adalah dokter terkemuka inggris yang menemukan system sirkulasi darah dan fungsi jantung, beliau lahir Pada 1578 di kota Folkestone, Inggris Buku terlemuka Harvey, An Anatomical Treatiste on the movement of the Heart and blood in Animals. Di terbitkan pada 1628, dinyatakan sebagai buku paling penting dalam sejarah fisiology. Buku itu menjadi tonggak permulaan dari ilmu fisiology modern. Titik pentingnya terletak bukan pada aplikasi langsungnya, tetapi lebih kepadapemahaman dasar terhadap bagaimana tubuh manusia bekerja.

Untuk kita saat ini , yang dibesarkan dengan konsep bahwa darah bersikulasi teori Harvey sangat jelas. Tetapi, yang nampaknya sederhana dan pasti tidak begitu jelas bagi para ahli biologi pada masa lalu. Para penulis biologi masa itu telah menelurkan paandangan sebagai berikut : (A) Makanan menjadi darah didalam jantung; (B) Jantung menghangatkan darah; (C) Pembuluh darah dipenuhi udara; (D) Jantung memproduksi “Roh Vital”; (E) Darah yang berada di vena dan ateri surut dan maju kadang kearah jantung dan kadang menjauhi jantung.

Galen, Dokter terhebat didunia kuno, orang yang banyak melakukan pembedahan dan sangat mendalam menganalisis jantung dan pembuluh darah, tidak pernah menduga bahwa darah bersikulasi. Begitu pula dengan Aristoteles, walau biologi merupakan minat utamanya. Ahkan setelah buku Harey diterbitkan, banyak dokter yang menolak pendapat Harvey yang menyatakan bahwa darah ditubuh manusia secara konstan disirkulasi berulang-ulang di dalam system pembuluh darah yang tertutup, di mana jantung menyediakan kekuatan untuk menggerakan darah.

Harvey pertama kali menelurkan ide bahwa darah bersikulasi dengan membuat sebuah kalkulasi aritmatika sedehana. Dia memperkirakan bahwa jumlah darah yang disemburkan jantung setiap kali dia berdetak adalah sekitar 2 ons. Karena jantung berdetak 72 kali per menit, dengan perkalian sederhana maka dapat di simpulkan bahwa sekitar 540 pound darah per jam disemburkan oleh jantung ke aorta. Tetapi jumlah 540 pound melebihi berat badan normal manusia bahkan sangat melebihi jumlah berat darah itu sendiri. Oleh karena itu, jelaslah menurut pandanga Harvey bahwa darah secara konstan diperbarui melalui jantun. Dengan berbekal hipotesis dan melakukan pengamatan yang sangat hati-hati untuk menentukan detail dari sirkulasi darah.

Di dalam bukunya, Harvey jelas menyatakan bahwa arteri mambawa darah dari jantung, sementara vena membawa darah kembali ke jantung. Karena tidak mampunyai mikroskop,Harvey tidak dapat melihat pembuluh kapiler, pembuluh halus yang membawa darah dari arteri terkecil ke vena, tetapi Harvey dengan benar merujuk keberadaan mereka. ( Pembuluh kapiler setelah ditemukan oleh ali biologi Italia, Malphigi, beberapa tahun setelah Harvey meninggal).

Harvey juga menyatakan bahwa fungsi jantung adalah untuk memompa darah ke dalam arteri. Dalam hal ini, teori Harvey secara esensial benar. Selanjutnya dia menampilkan bukti percobaan yang berjibun dengan argument yang hati-hati untuk mendukung teorinya walau teori Harvey pada awalnya mendapat tentangan kuat, pada akhir hidupnya teorinya telah diterima secara umum.

Harvey juga meneliti embriologi yang walau kurang penting di banding dengan penelitiannya terhadap sirkulasi darah tidak menjadikannya bias diabaikan Harvey seorang pengamat yang berhati-hati, dan bukunya terbit tahun 1651, menandai awal sebenarnya dari penelitian modern terhadap embriologi. Seperti aristoteles yang sangat mempengaruhi Harvey, Harvey menentang hipotesis yang menyatakan bahwa embrio, bahkan dalam tahap paling awal sekalipun, mempunyai struktur yang sama seperti binatang dewasa walaupun dalam skala lebih kecil. Harvey dengan benar memperbaiki anggapan tersebut dengan menyatakan bahwa akhir embiro berkembang secara bertahap.

Harvey menjalani usia yang panjang, menarik dan sukses. Di usia remaja, dia belajar di Caius College di Universitas Cambridge. Pada 1600, dia pergi ke italia untuk belajar kedokteran di universitas Padua yang saat itu merupakan universitas kedokteran terbaik di dunia. (Bahwa Galileo pada saat itu menjadi Profesor di Padua bersamaan dengan Harvey yang masih Mahasiswa, tetapi tidak di ketahui apakah mereka berdua pernah bertemu). Harvey memperoleh gelar Dokternya dari Padua pada tahun 1602. Harvey kembali ke Inggris dan menjalani karier yang sukses sebagai dokter. Di antara pasiennya adalah dua raja Inggris ( James I dan Charles I ), Termasuk di antaranya filsuf anatomi di College of Physicians di London, dan pernah terpilih sebagai tambahan praktik pribainya, Harvey selama bertahun-tahun menjadi kepala dokter di rumah sakit St. Bharto lomeus di London. Saat bukunya popular di seantero Eropa. Harvey menikah, Tetapi tidak mempunyai seorang anak. Dia meninggal Pada 1657 di usia 79 tahun.

Cried My Brother

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan diriku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.

"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya.

Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!"

Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.



Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!"

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun.

Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku.

Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.



Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya merengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..."

Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku."

Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya.

"Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan, saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"

Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."

Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku:

"Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.



Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).

Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, "Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!"

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku?

Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?"

Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?"

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu..."

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, "Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."

Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.



Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku.

"Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!"

Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan membalut lukanya.

"Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya.

"Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..."

Di tengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Berkali-kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit.

Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. "Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan menjadi buah bibir orang?"

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"

"Mengapa membicarakan masa lalu?"

Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?"

Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat.

"Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku.

Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih kepadanya adalah adikku."

Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

POHON APEL DAN ANAK LELAKI

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula, pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. “Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu. “Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi.” jawab anak lelaki itu. “Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.” Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak
punya uang… tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu. ” Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada dipohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. “Ayo bermain-main denganku lagi.” kata pohon apel. “Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu. “Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?” “Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu.” kata pohon apel.

Kemudian, anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih. Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya. “Ayo bermain-main lagi denganku.” Kata pohon apel. “Aku sedih,” kata anak lelaki itu. “Aku sudah tua dan ingin hidup tenang.Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?”

“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah .” Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. “Maaf, anakku,” kata pohon apel itu. “Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.” “Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu.” Jawab anak lelaki itu. “Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat.” kata pohon apel. “Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu.” jawab anak lelaki itu. “Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu.Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini.” Kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.

“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang.” kata anak lelaki. “Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu. ” “Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.” Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita sumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu adadi sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Kamu mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi kadang begitulah cara kita memperlakukan orang tua ita.

Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih banyak rekan, teman, sahabat & saudara. Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya.

PENJELASAN ABSTRAKSI

ABSTRAKSI



Rahadian Vindy 21108556
Lampu Otomatis yang di aktifkan dengan suara berbasis IC N555
PI. Sistem Komputer, Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi,
Universitas Gunadarma, 2011
Kata Kunci : Microphone, Suara, Timer



Dengan perkembangan teknologi, sesuatu yang bersifat otomatis dapat membantu baik dalam penghematan waktu ataupun tenaga. Contoh kecil yaitu bila setiap pagi hari lampu harus dimatikan dan malam harinya dinyalakan kembali,
terkadang hal seperti itu menjadi masalah tersendiri. Untuk itu berdasarkan masalah diatas, maka penulis ingin merangkai alat yang dapat membantu dengan menyalakan atau mematikan lampu tersebut secara otomatis.
Lampu otomatis yang diaktifkan suara adalah suatu rangkaian elektronika yang outputnya berupa lampu menyala dengan memberikan input suara yang kepekaannya dapat di atur dengan menggunakan potensiometer.
Rangkaian ini menggunakan tegangan DC +12 Volt dan -12 Volt untuk mengaktifkannya.Sinyal suara yang masuk pada rangkaian ini di perkuat oleh IC LM741, sedangkan IC 555 berfungsi untuk mengatur menyala atau tidaknya lampu dan mengatur lamanya lampu untuk dapat menyala. IC 555 disini juga berfungsi sebagai pewaktu timer. Lama lampu menyala juga di t entukan oleh kapasitor dan resistor, semakin besar kapasitas kapasitor yang di gunakan, maka semakin lama pula lampu menyala. Dalam rangkaian ini juga terdapat dua buah potensiometer yang berfungsi untuk mengatur kepekaan suara yang masuk pada rangkaian. Komponentransistor dan SCR berfungsi sebagai saklar elektronik
 

W3C Validations

Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Morbi dapibus dolor sit amet metus suscipit iaculis. Quisque at nulla eu elit adipiscing tempor.

Usage Policies